Saturday 7 December 2013

Warisan Nelson Mandela ke Ekonomi Afsel

JOHANNESBURG, KOMPAS.com -Suasana duka menutupi seluruh pelosok Afrika Selatan (Afsel). Kamis (6/12/2013), Nelson Mandela menghembuskan nafas terakhir di Johannesburg, Afsel.

Sosok Mandela tidak asing bagi warga Afsel. Pria yang mendapat julukan Madiba ini merupakan bapak bangsa bagi Afsel. Mandela tidak cuma terkenal memperjuangkan penghapusan politik apartheid di Afsel. Di tangan Mandela, Afsel mengalami fase penting dalam reformasi wajah perekonomian.

Mandela duduk di kursi presiden Afsel mulai tahun 1994 hingga 1999 silam. Mengutip data Bloomberg, rata-rata produk domestik bruto (PDB) Afsel tumbuh kurang dari 1,5 persen dari tahun 1980 hingga 1994.
Di tangan Mandela, PDB Afsel mampu bangkit dengan rata-rata pertumbuhan PDB mencapai 3 persen  dari selang waktu tahun 1995 hingga 2003. Protes keras Mandela terhadap sistem apartheid juga membawa dampak signifikan.

University of Cape Town mencatat, sejak tahun 1993 hingga 2008, tingkat rata-rata pemasukan warga kulit putih Afsel tumbuh 62 persen. Di periode sama, gaji rata-rata kulit hitam Afsel melonjak 93 persen.
Sejatinya, penghapusan politik apartheid menolong Afsel untuk meningkatkan aktivitas dagang dengan negara luar. Sebab, praktik perbedaan ras ini menjerat Afsel terkena sanksi alias embargo perdagangan internasional.

"Sebagai presiden pertama berkulit hitam, ekonomi Afsel mendapat perbaikan besar. Mandela membuat Afsel bisa bertransaksi dagang dengan Amerika Serikat dan Eropa," ujar Gina Schoeman, Ekonom Citibank di Johannesburg, kepada CNBC.
Salah satu kebijakan ekonomi Mandela yang mencolok adalah membuka pintu lebar bagi investor asing. Kebijakan inilah yang membawa Afsel bergabung dalam negara berkembang pesohor Rusia, India, dan China (BRIC).

Di tahun 2012, investasi asing (FDI) sebesar 54,98 miliar dollar AS dari total PDB yang mencapai 390,9 miliar dollar AS. Namun, tahun 2013 merupakan tantangan berat bagi ekonomi Afsel.
Afsel masuk dalam daftar negara berkembang yang rentan terpuruk atau "fragile five". Di kuartal III 2013, Afsel menderita defisit sebesar 6,8 persen dari total PDB. Sementara nilai tukar mata uang Afsel, rand terhadap dollar AS telah merosot 18 persen sejak awal tahun 2013. (Dessy Rosalina)


Baca Juga Artikel Yang Lain :

0 comments:

Post a Comment